RITUAL SIKLUS TANAM PADA MASYARAKAT KATOBENGKE

Authors

  • Rustam Awat

Keywords:

Ritual, Siklus, Tanam, Pada, Masyarakat, Katobengke

Abstract

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana proses pelaksanaan ritual siklus tanam pada masyarakat Katobengke. (2) Apa makna yang terkandung dalam proses ritual siklus tanam pada masyarakat Katobengke. (3) Fungsi sosial apa yang terdapat dalam proses ritual siklus tanam pada masyarakat Katobengke.

         Jenis penelitian ini adalah penelitian budaya yang berkaitan dengan ritus (upacara adat) dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Instrumen penelitian yang digunakan adalah pedowan wawanacara (interview guide). Sumber tertulis terdiri dari buku-buku, artikel, dan jurnal. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan wawancara, studi kepustakaan, dan observasi lapangan.

         Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Proses pelaksanaan ritual siklus tanam pada masyarakat Katobengke dimulai dari tedai (meminta izin kepada makhluk halus), mecika’a kastela (menanam jagung), waa’o (memberi sesaji kepada makhluk halus),  fonisi’a liwu yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu fonisi’a liwu pertama (songkawi’a), dimana parabela mancuana naik ke liwu, dan fonisi’a liwu kedua (bongkaana tao) yaitu acara pada saat masa panen tiba, dan mehambisi’a (acara panen yang dikhususkan untuk sesama petani, bisa dilakukan dan tidak dilakukan). (2) Makna yang terkandung pada ritual siklus tanam terdiri atas tedai yang bermakna meminta izin kepada makhluk halus yang mendiami lahan, mecika’a kastela bermakna menanam bibit jagung untuk hasil yang memuaskan, waa’o bermakna memberi makan mahluk halus yang mendiami lahan, fonisi’a liwu pertama songkawi’a bermakna ungkapan rasa syukur karena selama menanam diberi kelancaran, fonisi’a liwu kedua bongkaana tao bermakna ungkapan rasa syukur masyarakat pada hasil panen, dan mehambisi’a bermakna ungkapan rasa syukur para petani pada hasil panen mereka. (3) Fungsi sosial yang terkandung dalam ritual siklus tanam yaitu nilai kebersamaan (berkumpulnya beberapa sanak keluarga, tetangga untuk membantu proses penanam jagung hingga proses panen jagung), nilai gotong-royong (keterlibatan berbagai pihak dalam penyelanggaraan upacara), dan nilai religi (doa atau mantra yang dilantunkan untuk memohon keselamatan, kesejahteraan, kesehatan dan terhindar dari gangguan makhluk halus selama proses ritual siklus tanam dilaksanakan.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1999). Edisi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka.

Koentjaraningrat. (1986). Sejarah Teori Antropologi Budaya. Jakarta: UI Press.

Miles, dan Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Jakarta: UIP.

Santoso, Budi. (1984). Proses Pembaruan Melalui Budaya. Jakarta: Depdikbud

Downloads

Published

2022-08-15

Issue

Section

Articles